Kenapa aku belum
bisa barengan di tempat baru ini?
Aku pernah
posting tentang pentingnya teamwork dalam lingkungan kerja. Saat ini ternyata,
seolah aku yang tak bisa diajak bekerjasama. Di balik sikap orang, kenapa dia
melakukan ini itu pasti ada sebabnya. Entah karena latar belakang pengalaman
maupun pengetahuannya.
Aku tak beda.
Mungkinkah seorang
introvert berubah menjadi ekstrovert? Seseorang pernah bilang buat apa diubah.
Seorang introvert bukan kesalahan, ia pun memiliki banyak potensi. Seperti
halnya orang yang biasa menulis dengan baik dengan tangan kanan. Ketika dia
diminta menulis dengan tangan kiri, apa hasilnya sebagus tulisan dengan tangan
kanan? Kecuali untuk alasan khusus,
orang yang sudah mampu menulis dengan tangan kanan dengan baik tak perlu
menggantinya dengan tangan kiri. Cukup kembangkan teknik menulis dengan tangan
kanannya, kan?
He. Lagipula
kalau semua orang bertipe ekstrovert, jadi
apa dunia ini? Semua orang sibuk bicara, tak akan ada yang mendengarkan. Alloh
menciptakan segala sesuatunya dengan seimbang. Siang-malam, pria-wanita,
kanan-kiri, introvert-ekstrovert, dan sebagainya.
"Kamu tak
perlu berubah, hanya perlu menunjukkan dirimu yang sebenarnya. Tak perlu jaim,
buka topeng!" begitu inti kata miss know everything.
Aku masih tak
mengerti. Memangnya harus sebenarnya yang seperti apa? Atau harus akting dulu
menjadi seperti yang dia inginkan?? Hm... Aku memang jadi pendiam sii ketika
bareng mereka, tapi tak diam-diam amat. Dan memang aku begitu, apa yang
sebenarnya ingin dia buktikan? O-ho. -aku tak bisa sebutkan nama, jadi
kukatakan saja dengan kata 'mereka' ya. Agak kurang nyaman sebenarnya dengan
kata 'mereka', karena menunjukkan kelemahanku saja. Sementara belum menemukan
kata yang tepat, katakan saja dengan 'mereka'- mereka ini hanya beberapa orang
saja tetapi pengaruhnya padaku cukup besar saat ini. Yah walau ga pakai banget
c.
Mereka bilang
ini itu tentang cara berteman dan bersikap. Aku ikuti. Mereka bilang harus
belajar berteman dengan berbagai tipe. Aku tahu. Sebelumnya juga aku pernah
berteman dengan tipe seperti mereka, makanya aku paham. Mereka bilang harus
menerima orang lain apa adanya, tak mesti semua orang sesuai dengan keinginan
kita. Aku mengerti. Mereka bilang aku yang harus adaptif, tak bisa menuntut
lingkungan yang berubah. Aku belajar. Dengan atau tanpa mereka ketahui, aku
banyak belajar. Memang aku lambat belajar menjahit, tetapi percayalah. Aku
cepat dalam belajar kehidupan. Termasuk di perantauan pertamaku ini.
Saat aku ikuti
mereka, aku mendapati diriku makin tak menjadi siapa-siapa. Entah apa
penyebabnya, barangkali banyak kekurangan padaku. Masih kurang ini itu. Dibilang
kaku, okelah. Sampai temanku bilang tak minat berteman lagi, baiklah tak apa.
Dibilang pengecut, biarlah. Yang penting terus belajar. Saat menikmati indahnya
kebersamaan, satu kata baru muncul. Aku dibilang seperti pembantu dan mereka
majikannya! Wow! Kalau dibilang kurang adaptif dll, oke. Tetapi pembantu !?
Tunggu dulu. Ok, aku memang anak orang tak punya. Lantas dia boleh seenaknya bilang begitu? Dia memang tak tahu seberapa banyak sebutan tersebut mempengaruhiku di masa lalu. Tapi, Hei. Kita masih satu level kerja
sekarang. Apapun alasannya, kenapa kita tidak saling menghargai saja?
Aku yakin
pendapat itu keluar bukan karena sebuah alasan sepele, tetapi pendapat beberapa
hal lalu yang terjadi. Loyalitasku padanya kelewat batas mungkin. Jadi dilihat lain,
bukannya senang malah berkata demikian. Kalau memang dia bos yang menggajiku,
tak begitu masalah. Atau dia
milyarder -oh bukan- trilyuner muda tahun ini, ok no problem. Atau akan
kutelan dalam-dalam lontaran itu, kalau bercanda saja. Tetapi kali ini lain.
Dia serius. Aku bodoh sekali kalau tetap pura-pura tak mengerti. Jadilah aku
yakin sekarang.
Aku ingat betul kalimat "dont take it too serious!" wew, kalau orang yang mengatai kita serius, apa kita anggap dia bercanda saja? Lantas kalau setiap lontaran hanya dibilang becandaan, kenapa tak menasehati orang tersebut untuk bercanda lebih hati-hati, jangan sampai katakan hal yang bisa menyakiti orang lain? Lebih jauh lagi, misalnya kalau kau disebut maaf -pelacur, apa kau akan menganggapnya bercanda dan tak boleh sakit hati? Sama halnya tak bisa semua hal dianggap seriusan, tidak semua hal pula bisa dianggap bercandaan.
Sabar adalah
aktivitas aktif. Aku tak benar-benar diam saja. Saat ini hanya perlu fokuskan
tiga hal : belajar dengan cerdas, berteman dengan enteng, dan have fun dengan
caraku, bukan cara mereka. Maafkan mereka... Pikiran mereka hanya sebatas itu.
Covernya saja yang intelektual, tetapi entah ada apa di dalam dadanya.
Jadi aku belum
bisa barengan dengan mereka. Mereka ingin aku mengerti mereka, tetapi mereka
selalu misunderstanding padaku. Mereka ingin aku bersama mereka, tetapi mereka
enggan mengajakku. Mereka ingin aku jadi asik, tetapi mereka tak benar-benar
ingin aku masuk di antara mereka. Mereka ingin aku terbuka, tetapi mereka
mengatakan hal yang tak enak di hati. Memang mungkin juga karena aku yang
kurang asik di mata mereka, jadi mereka begitu. Memang aku punya banyak kekurangan, mereka berhak begitu.
Sudahlah. Capek
amat kalau gitu ya. Ah kalau mereka ga mau, mending main sama yang lain aja.
Bareng temen kos juga asik-asik aja. Dengan siswa juga bisa cerewet. Malah main
bareng segala. Dengan ibu-ibu, santai-santai aja. Teman-teman senior yang lain
juga tak masalah walau aku sering mereka kerjai. Toh, kita tak satu tim lagi. Jadi
tak perlu risau. Just move on, girl! Fighting! :p