Enjoy every single moment. The good, the bad, the beautiful, the ugly, the inspiring, the not-so-glamorous moment. And THANK GOD through it all. -Meghan Matt

Wednesday, July 24, 2013

Belajar Terus...


Kenapa aku belum bisa barengan di tempat baru ini?
Aku pernah posting tentang pentingnya teamwork dalam lingkungan kerja. Saat ini ternyata, seolah aku yang tak bisa diajak bekerjasama. Di balik sikap orang, kenapa dia melakukan ini itu pasti ada sebabnya. Entah karena latar belakang pengalaman maupun pengetahuannya.


Aku tak beda.

Mungkinkah seorang introvert berubah menjadi ekstrovert? Seseorang pernah bilang buat apa diubah. Seorang introvert bukan kesalahan, ia pun memiliki banyak potensi. Seperti halnya orang yang biasa menulis dengan baik dengan tangan kanan. Ketika dia diminta menulis dengan tangan kiri, apa hasilnya sebagus tulisan dengan tangan kanan?  Kecuali untuk alasan khusus, orang yang sudah mampu menulis dengan tangan kanan dengan baik tak perlu menggantinya dengan tangan kiri. Cukup kembangkan teknik menulis dengan tangan kanannya, kan?

He. Lagipula kalau semua orang bertipe ekstrovert,  jadi apa dunia ini? Semua orang sibuk bicara, tak akan ada yang mendengarkan. Alloh menciptakan segala sesuatunya dengan seimbang. Siang-malam, pria-wanita, kanan-kiri, introvert-ekstrovert, dan sebagainya. 




"Kamu tak perlu berubah, hanya perlu menunjukkan dirimu yang sebenarnya. Tak perlu jaim, buka topeng!" begitu inti kata miss know everything.

Aku masih tak mengerti. Memangnya harus sebenarnya yang seperti apa? Atau harus akting dulu menjadi seperti yang dia inginkan?? Hm... Aku memang jadi pendiam sii ketika bareng mereka, tapi tak diam-diam amat. Dan memang aku begitu, apa yang sebenarnya ingin dia buktikan? O-ho. -aku tak bisa sebutkan nama, jadi kukatakan saja dengan kata 'mereka' ya. Agak kurang nyaman sebenarnya dengan kata 'mereka', karena menunjukkan kelemahanku saja. Sementara belum menemukan kata yang tepat, katakan saja dengan 'mereka'- mereka ini hanya beberapa orang saja tetapi pengaruhnya padaku cukup besar saat ini. Yah walau ga pakai banget c.

Mereka bilang ini itu tentang cara berteman dan bersikap. Aku ikuti. Mereka bilang harus belajar berteman dengan berbagai tipe. Aku tahu. Sebelumnya juga aku pernah berteman dengan tipe seperti mereka, makanya aku paham. Mereka bilang harus menerima orang lain apa adanya, tak mesti semua orang sesuai dengan keinginan kita. Aku mengerti. Mereka bilang aku yang harus adaptif, tak bisa menuntut lingkungan yang berubah. Aku belajar. Dengan atau tanpa mereka ketahui, aku banyak belajar. Memang aku lambat belajar menjahit, tetapi percayalah. Aku cepat dalam belajar kehidupan. Termasuk di perantauan pertamaku ini.

Saat aku ikuti mereka, aku mendapati diriku makin tak menjadi siapa-siapa. Entah apa penyebabnya, barangkali banyak kekurangan padaku. Masih kurang ini itu. Dibilang kaku, okelah. Sampai temanku bilang tak minat berteman lagi, baiklah tak apa. Dibilang pengecut, biarlah. Yang penting terus belajar. Saat menikmati indahnya kebersamaan, satu kata baru muncul. Aku dibilang seperti pembantu dan mereka majikannya! Wow! Kalau dibilang kurang adaptif dll, oke. Tetapi pembantu !? Tunggu dulu. Ok, aku memang anak orang tak punya. Lantas dia boleh seenaknya bilang begitu? Dia memang tak tahu seberapa banyak sebutan tersebut mempengaruhiku di masa lalu. Tapi, Hei. Kita masih satu level kerja sekarang. Apapun alasannya, kenapa kita tidak saling menghargai saja?

Aku yakin pendapat itu keluar bukan karena sebuah alasan sepele, tetapi pendapat beberapa hal lalu yang terjadi. Loyalitasku padanya kelewat batas mungkin. Jadi dilihat lain, bukannya senang malah berkata demikian. Kalau memang dia bos yang menggajiku, tak begitu masalah. Atau dia milyarder -oh bukan- trilyuner muda tahun ini, ok no problem. Atau akan kutelan dalam-dalam lontaran itu, kalau bercanda saja. Tetapi kali ini lain. Dia serius. Aku bodoh sekali kalau tetap pura-pura tak mengerti. Jadilah aku yakin sekarang. 

Aku ingat betul kalimat "dont take it too serious!" wew, kalau orang yang mengatai kita serius, apa kita anggap dia bercanda saja? Lantas kalau setiap lontaran hanya dibilang becandaan, kenapa tak menasehati orang tersebut untuk bercanda lebih hati-hati, jangan sampai katakan hal yang bisa menyakiti orang lain? Lebih jauh lagi, misalnya kalau kau disebut maaf -pelacur, apa kau akan menganggapnya bercanda dan tak boleh sakit hati? Sama halnya tak bisa semua hal dianggap seriusan, tidak semua hal pula bisa dianggap bercandaan.



Sabar adalah aktivitas aktif. Aku tak benar-benar diam saja. Saat ini hanya perlu fokuskan tiga hal : belajar dengan cerdas, berteman dengan enteng, dan have fun dengan caraku, bukan cara mereka. Maafkan mereka... Pikiran mereka hanya sebatas itu. Covernya saja yang intelektual, tetapi entah ada apa di dalam dadanya.

Jadi aku belum bisa barengan dengan mereka. Mereka ingin aku mengerti mereka, tetapi mereka selalu misunderstanding padaku. Mereka ingin aku bersama mereka, tetapi mereka enggan mengajakku. Mereka ingin aku jadi asik, tetapi mereka tak benar-benar ingin aku masuk di antara mereka. Mereka ingin aku terbuka, tetapi mereka mengatakan hal yang tak enak di hati. Memang mungkin juga karena aku yang kurang asik di mata mereka, jadi mereka begitu. Memang aku punya banyak kekurangan, mereka berhak begitu.

Sudahlah. Capek amat kalau gitu ya. Ah kalau mereka ga mau, mending main sama yang lain aja. Bareng temen kos juga asik-asik aja. Dengan siswa juga bisa cerewet. Malah main bareng segala. Dengan ibu-ibu, santai-santai aja. Teman-teman senior yang lain juga tak masalah walau aku sering mereka kerjai. Toh, kita tak satu tim lagi. Jadi tak perlu risau. Just move on, girl! Fighting! :p

Ditulis Oleh : Lestarini // 7/24/2013 02:30:00 AM
Kategori: